Friday, November 9, 2007

ARAH PENDIDIKAN DI MASA DEPAN MENGHADAPI TANTANGAN ABAD XXI

Orang-orang jaman dahulu sangat mementingkan IQ yang sekarang telah terbukti tidak terlalu mempengaruhi kesuksesan seseorang kelak. Berbagai cara mereka tempuh seperti mengetes kemapuan dan banyak hal lain dilakukan demi semata-mata ingin mengetahui seberapa besar IQ yang ia peroleh. Bahkan sekarang, para ahli menemukan alat yang sangat canggih untuk mengetahui seberapa besar IQ hanya dengan menggunakan garis tangan. Ironisnya, hal tersebut tidak begitu penting karena ternyata sudah ditemukan beberapa faktor lainnya yang menunjang kesuksesan seseorang seperti Emotional Intelligence (EI). Contohnya: seperti yang kita ketahui bahwa Bill gates karena memiliki EI yang sangat kuat sekarang telah menjadi orang yang sangat sukses dan menjadi salah satu orang terkaya di dunia. Jika dia hanya mengharapkan IQ mungkin sampai saat ini dia hanya menjadi pekerja dan mungkin tidak dapat dikatagorikan sebagai orang yang sukses.

Menurut artikel yang berjudul “Orang Terkaya di AS dan EPB”, karya Ninok Leksono.Pada era baru ini, banyak sekali orang sukses bermunculan yang berusaha di bidang teknologi informasi (TI). Fakta ini mengganti pemikiran lama bahwa orang yang sukses hanya orang-orang yang memiliki pertambangan, otomotif maupun usaha konvensional lainnya. Hal tersebut juga mempengaruhi struktur di bidang perekonomian, yaitu dari ekonomi berbasis sumber daya (resource-based economy) ke ekonomi berbasis pengetahuan (EBP) atau knowledge-based economy. Hal perekonomian sekarang ini juga dipengaruhi oleh orang kini yang menemukan kekuatan baru yang nonfisik dan selalu terbarukan, hal tersebut dinamakan knowledge(ilmu pengetahuan). Pada artikel tersebut dijelaskan pula tentang peran technopreneur sangat bermanfaat pada pendidikan masa sekarang ini. Pendidikan tersebut bukan hanya menghasilkan tenaga-tenaga TI yang berkualitas tetapi juga mengembangkan jiwa kewirausahawan.

Di dalam artikel yang berjudul “Meredupnya pamor IQ”,rabu, 19 September, karya Ninok Leksono.Guru besar di Universitas Harvard, Gardner dalam Frames of Mind menjelaskan ada delapan macam kecerdasan; yaitu: kecerdasan linguistik (kecakapan dan kepekaan terhadap arti dan tata kata-kata); kecerdasan logika-matematika (kecakapan dalam matematika dan sistem logika kompleks lainnya); kecerdasan musikal (untuk memahami dan mencipta musik); kecerdasan spasial (kecakapan “berpikir dalam gambar”, untuk memahami dunia visual secara akurat, lalu mencipta kembali (re-create) atau mengubah (alter) dalam pikiran atau di atas kertas). Contohnya: arsitek, seniman, perancang dan juga pematung ; kecerdasan tubuh-kinestetik (kemampuan menggunakan tubuh dengan terampil, baik untuk ekspresi diri maupun untuk mencapai satu tujuan). Contohnya: penari, pemain sepakbola, aktor ; kecerdasantar pribadi atau interpersonal (kecakapan untuk memahami individu lain-suasana hati, keinginan, dan motivasi). Contohnya: pemimpin politik dan agama, orang tua dan guru arif dan juga penyembuh ; kecerdasan intrapersonal (kecakapan untuk mengerti emosi sendiri). Contohnya:konselor, jurnalis ; yang terakhir kecerdasan lingkungan (kecakapan untuk mengenali, mengolong-golongkan tanaman, mineral, binatang, batuan, rerumputan, flora dan fauna secara umum). Fakta ini membuktikan bahwa orang yang memiliki IQ tinggi harus didampingi dengan kecerdasan lainnya agar mencapai kesuksesan dalam pekerjaan dan juga dalam kehidupan sehari-hari.

Pada sekarang ini para orang tua terutama di Indonesia masih sangat mementingkan IQ. Berbagai cara di tempuh untuk mendapatkan hasil bahwa anaknya termasuk kalangan IQ jenius. Memang itu penting, tetapi semua itu tidak memberikan jaminan bahwa anak tersebut akan sukses nantinya. Lebih baik mencari kecerdasan anak tersebut dan mendalaminya. Cara tersebut lebih efektif daripada meningkatan IQ anak tersebut yang mungkin cukup menderitakan anak yang bersangkutan. Pada umumnya pendidikan di Indonesia masih memprioritaskan kecerdasan intelektual. Sebaiknya hal tersebut tidak diterapkan lagi pada anak karena itu akan menutupi dan mungkin akan menghilangkan kecerdasan lainnya.

Jika ingin membuat bangsa ini maju diharapkan pendidikan di masa datang menggunakan pendidikan technopreneur dan juga merubah kurikulum yang mengandung unsur ke delapan macam kecerdasan. Sehingga dengan kecerdasan yang berbeda anak-anak pada masa datang dapat saling melengkapi dengan kemampuan masing-masing dengan kualitas yang tinggi. Selain itu diharapkan juga jangan terlalu mementingkan IQ karena dari fakta-fakta yang ada sudah terbukti bahwa itu semua tidak terlalu mempengaruhi dan jangan terlalu menuntut anak untuk memperoleh IQ yang tinggi.

2 comments:

teresaadriani said...

menurut saya, esai anda masih kurang dalam segi bahasa dan pemilihan kata. beberapa pemilihan kata kurang tepat sehingga saat esai tersebut dibaca, terkesan tidak nyambung dan aneh. kata-kata seperti "pada sekarang ini" kurang tepat untuk digunakan. mungkin bisa menggunakan "pada era ini" atau "sekarang ini...".
jika tidak diganti, orang yang membaca akan susah mengerti maksud anda. thx

mop&broom1726 said...

Menurut saya essaynya sudah cukup baik. Sebab, isinya sudah lengkap dan jelas. Akan tetapi ada 1 paragraf ynag menurut saya sedikit membosankan yakni paragraf yang menuliskan ttg 8 macam kecerdasan. Struktur kalimatnya yang tidak bervariasi dan hanya seperti list yang panjang membuat pembaca merasa bosan. Lebih baik isinya dipersingkat dan struktur kalimatnya dirubah.